Pesawaran, medianusantaranews.com
Terkait adanya pemberitaan tentang adanya dugaan pungutan Rp. 1000 dan pemerataan pembagian beras rastra yang mengakibatkan berkurangnya jatah beras bagi penerima yang ada dalam daftar penerima, kepala desa Negeri Katon Kecamatan Negeri Katon menampik jika hal tersebut sengaja mereka yang meminta.
” Saya juga baca berita itu dan ada yang perlu diklarifikasi, kebetulan sampeyan datang.” Ujar Syafiudin, kepala desa Negeri Katon saat di temui di kediamannya pada Senin, 19/01.
” Jadi masalah pembagian beras itu kenapa diratakan, karena demi menjaga keamanan dan kenyamanan serta menghindari su’udzon dibilang saya tebang pilih, maka kemudian kami rapatkan dahulu dengan masyarakat desa penerima bantuan beras rastra, kemudian akhirnya mereka sepakat untuk menyumbangkan sebagian berasnya pada warga yang lain yang dipandang tidak mampu juga. Atas hal ini saya sangat salut dengan sebagian besar yang berlapang dada menyumbangkan beras bagiannya.” Ucap Syafiudin sambil memuji warga desanya.
” Namun saya juga katakan, jika ada yang tidak setuju silahkan sampaikan didepan masyarakat. Namun waktu itu semua menyetujui, maka sayapun meminta agar masyarakat membuat pernyataan sukarela dan mereka tanda tangani.” Tambah Syafiudin.
” Masalah uang Rp. 1000 itu, itu juga ada kesepakatannya. Karena waktu beras rastra itu mau dibagikan, tidak ada tenaga yang cukup untuk membongkar beras – beras tersebut. Kemudian juga kendaraan yang mengangkut itu kan perlu bensin, enggak bisa diisi air galon. Dusun – dusun di tempat saya ini jauh – jauh mas, masyarakat juga banyak yang berkebun.” Kilah Syafiudin.
” Maka penting bagi kami memperhitungkan biaya untuk upah bongkar muat dan bahan bakar kendaraan, belum lagi sopir juga punya keluarga, jadi kalau mereka tidak di beri uang lelah kasihan anak isterinya di rumah.” Imbuhnya.
Syafiudin juga mengatakan, jika uang Rp. 1000 itu diberi warga dengan penuh rasa keikhlasan. Syafiudin juga menambahkan, jika sebenarnya uang itu untuk sekedar menutupi kekurangan dari biaya yang sebenarnya.
” Awalnya saya menggunakan uang kantong pribadi, tapi setelah di hitung ternyata kurang. Makanya ada warga yang inisiatif rela dan ikhlas memberi seribu perak untuk menambahkan sisa upah biaya bongkar sama beli bensin.” Jelas Syafiudin lagi.
Syafiudin juga menyayangkan, jika kemudian hal ini menjadi permasalahan bagi beberapa warga desanya yang lain. Beliau juga memutuskan jika pada bulan berikutnya masyarakatnya sendiri yang diminta mengambil langsung jatah beras rastranya di balai desa.
” Maksud hati saya kan baik, tapi kalau jadi masalah ya bulan berikutnya silahkan ambil masing – masing ke balai desa dan mohon maaf bagi warga desa yang tidak mampu namun tidak mendapat bantuan.” Timpal Syafiudin.
Beliau juga mengatakan jika kemudian warga ada yang menuntut uang seribu itu dikembalikan, beliau siap mengembalikan.
Menurut pantauan tim investigasi medianusantaranews.com, pemerataan pembagian rastra tidak hanya terjadi di desa Negeri Katon Saja, tetapi hampir semua desa di kecamatan Negeri Katon. Bahkan disinyalir, selain di Pesawaran juga ada desa – desa di kabupaten lain yang melakukan pembagian dengan hal serupa.
Salah seorang praktisi hukum di Lampung, Indra Jaya SH mengatakan sah – sah saja hal itu terjadi jika memang benar – benar kesepakatan masyarakat.
” Ya asal memang ada pernyataan dan tidak di intimidasi, sah – sah saja masyarakat membagikan berasnya pada sesama warga kampung. Yang penting, harus ada pernyataan ditandatangani oleh semua warga penerima bantuan awal yang ada dalam daftar, dan diatas materai.” Terang Indra.
” Kalau untuk uang seribu itu ya saya juga bingung, dibilang pungutan ya pungutan. Tapi apa iya sampai segitunya kepala desa cari untung ? ” Kata Indra lagi sambil tersenyum.
Namun Indra menegaskan, jika dalam hal ini uang seribu itu dipersoalkan, maka deliknya adalah tindak pidana ringan ( Tipiring ) sesuai dengan Perma No. 2 tahun 2012.
” Lihat nilainya, kalau di bawah 2,5 juta ya di kenai tipiring tadi. sanksinya ya paling mengembalikan dan atau sanksi kerja sosial. Sekarang lihat juga dari ke sukarelaan masyarakatnya. Soalnya dilemanya itu ada juga sumbangan yang disepakati dan tidak bermasalah yang nilainya lebih besar. Seperti sumbangan komite sekolah contohnya. Kalau sepakat walaupun nilainya besar ya tidak apa – apa.” Tegas Indra.
Terkait pembagian rastra, Indra Jaya. SH juga meminta pada pihak pemerintah untuk melakukan pendataan ulang, sebab menurutnya, tidak logis jika pembagian beras rsatra tersebut menggunakan data yang lama.
” Harus ada pendataan berkala. Kita kan enggak tau besok itu Tuhan mau kasih rejeki atau tidak. Enggak ada yang bisa nentukan besok kita jadi orang kaya atau malah bangkrut dan jadi orang miskin. KAlau untuk sisi kemanusiaan, ya kita setuju saja di ratakan. Tapi kalau pemerintah bersikeras harus sesuai data, ya paling – paling ada hilang kepercayaan pada pemerintah saja di sebagian lapisan masyarakat.” Tutup Indra.
( Adhit )