Bandarlampung, Medianusantaranews.com.com – Pancasila di letakan oleh para pendiri bangsa indonesia sebagai ideologi negara yg menjadi rahim konstitusi NKRI dengan aneka turunan perundangan di bawahnya. Maka di hari pahlawan 10 november 2018 tidak salah bila kita para anak bangsa mengelorakan pancasila untuk di menangkan menjadi tuan di rumahnya sendiri sampai menjadi ideologi alternatif dunia.
Banyak cara untuk menangkan pancasila, antara lain yg berkait dengan persoalan nusabangsa kekinian tentang terjadinya; Deindustrilisasi, Deagrarianisasi, Brain drain ataupun Aglomerasi, serta politik kebencian dan kemiskinan di jawab dengan 2019 Ganti Haluan ekonomi, bangun persatuan nasional, wujudkan kesejahteraan sosial.
Sesuai dengan implementasi dalam mengejawantahkan preambule UUD 1945 dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur , mengacu isi pasal 33 UUD 1945 dalam pelaksanaan haluan ekonomi, mengaktualisasi UUPA No:5/1960 yang menjadi landasan reforma agraria, mengakselerasi peraturan bersama 4 kementerian(Dalam negri, PUPR, KLHK & ATR/BPN) tentang penyelesaian penguasaan tanah yang berada di dalam kawasan hutan yg di terbitkan pada 14 oktober 2014, melaksanakan PERPRES No:86 Tahun 2018 tentang reforma agraria, merealisasikan secepatnya Program Perhutan Sosial(PPS) dan Tanah Objek Reforma Agraria(TORA), komitmen tinggi dalam mewujudkan program Cetak sawah, UU No.6/2014 tentang desa di laksanakan untuk kemandirian desa secara terpadu dan berkekuatan industrilisasi , dan konsekwen serta konsisten dalam penerapan semua regulasi yang berlaku kemudian INPRES berkait industri dan ekonomi di majukan jadi UU juga menerbitkan UU perpindahan IBUKOTA PUSAT PEMERINTAHAN BARU RI keluar dari pulau jawa.
Hal – hal tersebut di atas harus di lakukan pemerintah RI agar roda kepemerintahan negara berjalan dengan baik dan benar serta ekonomi dan politik alami progesif seperti yang di cita-citakan oleh para pendiri bangsa sampai pada tingkat bahagia.
Apalagi masalah deindustrilasi memanglah harus jadi perhatian pemerintah RI secara serius agar efek yg di timbulkan tidak semakin katastropik sehingga semakin membuat nusabangsa kita tercinta makin terpuruk. Karna deindustrilisasi menegasikan industrilisasi itu sendiri. Terutama pada penurunan industrilisasi manufaktur baik dalam kontribusi jumlah output maupun kontribusi jumlah pekerja dalam sebuah perekonomian.
Memang di era kepemimpinan rezim JOKOWI-JK telah menerbitkan 13 paket kebijakan ekonomi hingga november 2016 agar iklim ekonomi kondusif, menyasar pada seluruh sektor yang menjadi roda penggerak ekonomi, termasuk industri di dalamnya. Namun demikian formulasi ekonomi yg di luncurkan belum meningkatkan pendapatan domestik bruto(PDB) secara signifikan di karenakan masih lemahnya komponen pendukung industri yang sampai saat ini tampaknya belum selesai pengerjaannya. Di tambah lagi dengan birokrasi perizinan yg masih panjang meski sudah ribuan perda yg di hapus sementara regulasi yg ada juga belum mengakomodir kebutuhan industri yang bergerak cepat dan makin maju dengan adanya revolusi industri ke 4.0 dalam era digital yg di barengi dunia masuk massa kepunahan ke-6 sejak tahun 2010. Di tingkahi dengan biaya logistik yang masih mahal, ketersedian energi untuk industri belum memadai, masih rendahnya dukungan perbankan, masih lemahnya dukungan universitas dan lembaga riset dalam membantu masalah riil industri sehingga transfer teknologi menjadi lambat sampai dengan adanya daya saing produk yg rendah.
Maka deindustrilisasi harus di jawab secara seksama dari hulu sampai hilir dan pemerintah mengalakan pemakaian produk dalam negri serta menumbuhkan budaya riset sampai menumbuh kembangkan industri – industri padat modal dan berteknologi tepat guna. Agar kita tidak jadi negara konsumtif , menjadi negara ketergantungan kepada negara – negara pengekspor barang manufaktur serta sulit melakukan reindustrilisasi dan kekurangan lapangan kerja produktif.
Selain deindustrilisasi yang wajib jadi perhatian pemerintah, Deagrarianisasi juga harus segera di selesaikan permasalahannya yg begitu komplek dan berbentur dengan aneka kepentingan. Karna harus di akui ada pergeseran struktur sosial dari masyarakat agraris menjadi masyarakat non agraris. Deagrarianisasi terjadi karna adanya penyempitan dan penurunan lahan pertanian secara progresif dalam ekonomi nasional maupun sebagai sumber mata pencaharian penduduk di sektor tani. yg di sebabkan pengunaan lahan untuk aneka kegiatan ekonomi dan politik tidak mengacu pada RTRW(Rencana Tata Ruang Wilayah) yg berlaku dan tamaknya prilaku pengusaha yg mengejar provit atau keuntungan semata tanpa menjaga dan mencari keseimbangan dalam hidup dan kehidupannya di alam semesta raya. Deagrarianisasi juga akibatkan masyarakat tersingkir dari akses-akses tanah. Menyedihkannya lagi proses penyingkiran/ekslusi penduduk dari tanah miliknya sangat intens di gunakan dengan cara paksa. Sebagai catatan bersama, ekslusi bukanlah proses acak, ia distrukturisasi oleh relasi kekuasaan, hal ini tidak boleh lagi di pakai harus gunakan cara politik dan sosial yg dapat di terima dan di sepakati oleh penduduk pemilik tanah, para pemangku kepentingan dan pelaku usaha via regulasi yg ada ataupun kebijakan penguasa ataupun legitimasi bauran yg pro atas tanah untuk rakyat maupun mengunakan kekuatan win win solusion yang menyelesaikan konflik agraria secara clear and clean.
Adapun persoalan brain drain ataupun aglomerasi adalah keadaan di mana penduduk di suatu negara terpusat di daerah perkotaan, terutama penduduk yg berkualitas. Sedangkan brain drain itu sendiri dimana orang-orang yg pandai akan pindah ke negara maju dengan tujuan sama seperti aglomerasi. Disinilah pentingnya negara indonesia maju di segala bidang agar tdk terjadi brain drain dan aglomerasi yg tajam dan mendalam. Sedangkan politik kebencian yg kini terjadi bila di biarkan akan merobohkan kebangsaan indonesia yang berideologikan pancasila sebagai dasar dalam berbangsa dan bernegara. Bila deindustrilisasi, deagrarianisasi, bran drain atau aglomerasi dan politik kebencian tidak di atasi dengan cara menangkan pancasila maka kemiskinan akan berada di puncak piramida nusabangsa indonesia.
Memanglah tidak mudah dalam mengurus sebuah negara apalagi menjawab satu persatu tiap persoalan yang terjadi maupun yang akan terjadi. Namun secara gotong royong kita pasti bisa mengejar ketinggalan, ayo sulut api semangat kepahlawan kita dengan cara menangkan pancasila di segala lini.
Salam demokrasi…..
Ahmad Muslimin
Ketua KPW – PRD Lampung.