Pasukan pemulung Yang Masih Minim Perhatian Pemkab Banyuasin

Banyuasin, MNN – Sekelompok kaum ibu-ibu yang tanpa kendali legalitasnya dari Pemerintah Kabupaten Banyuasin Sumsel itu menggeluti profesinya sebagai pemulung dikawasan perkantoran Pemkab Banyuasin setiap ada kegiatan. Mereka dengan setia menunggu setiap acara kegiatan usai bergegas mengumpulkan barang bekas berupa Kertas dan Plastik yabg nantinya disuaun agar menghasil recehan rupiah.

Sekalipun nilainya tak seberapa ujar Anita (37) ini hasilnya dapat membantu sangat pendapatan suami yang bekerja srabutan. Menurutnya terang ibu 3 anak ini hasilnya walau tak seberapa, tetapi mampu menghilangkan rasa lelah dan bisa membuat senang dalam keluarga.

Masih menurut Anita (37) menggeluti sebagai pemulung ini sejak menikah hingga memiliki 3 anak dan dari hasil kerja memulungi ini dapat untuk kebutuhan makan sehari dan ongkos anak-anaknya keskolah, sambung Maini (48) sembari memubgut kertas dan platik bekas usai kegiatan di Gedung Sedulang Setudung (17/3/2020).

Exif_JPEG_420

” Kenapa harus malu, suami aku cuma tukang ojek kerjanya sedangkan ketiga anak kami masih sekolah semua dan butuh biaya, yang Ujian kelas 9 tahun ini saja ada 2 anak dan biayanya Rp 1.800.000, kalau harus malu jadinya anak kami tidak ijut ujianlah”, ungkapnya tetap bersemangat.

Anita dan Maini mengaku bersyukur walau bukan menjadi karyawan tetap tetapi kami berdua ada penghasilan dari Polres Banyuasin perbulanya, walau tidak sama dengan gaji pak Bupati dan DPR nilainya, namun kami bisa sisihkan untuk menabung dan kebutuhan harianya dari hasil memulung ini ditambah dari usaha suami, tegasnya.

Untuk sementara kami berdua terus menggeluti aktivitas ini sembari mencarikan tempat rekanya Tuti (37) dan rekan lainya mendapat dikantor-kantor ini yang bisa membayar bulanan seperti yang dialaminya, rekanya itu (Tuti,red) memiliki 4 anak masih kecil-kecil dan masih sekolah semua, kalau ada kepala kantor dilingkungan Pemkab Banyuasin ini memberi bulanan Rp 500 ribu saja itu sudah sangat terbantu kehidupan ekonominya.

Pendapatan kami dari hasil memulung ini rata-rata berkisar Rp 15 ribu hingga Rp 25 ribu sudah cukup untuk kebutuhan hidup dalam sehari dan penghasilan ini sudah sangat membantu pendapatan suami dari jasa ojek dan bersyukur, rumah kami tidak mengontrok, walau sekedar layak huni, hidup kami sudah nyaman. Namun kalau ada program pemerintah ada bedah rumah kami juga sangat berharap itu, sebab diantara rumah rekan-rekanya, rumah kami yang sangat sederhana, tutur Tuti seraya mengaku masih pusing memikir biaya ujian anak kembarnya senilai Rp 1.580.000 di SMP Almasri Pangkalan Balai.(waluyo).




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *