rilis PWI Pusat bidang pembelaan wartawan
Palopo, medianusantaranews.com- Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Palopo Provinsi Sulawesi Selatan terkait dengan pemberitaan sebagai produk media berbadan hukum yang ditulis wartawan oleh Asrul yang akhirnya divonis tiga bulan penjara pada Selasa (23/11/2021) itumerupakan bukti matinya berita jurnalis di Indonesia.
Majelis Hakim PN Kota Palopo, Hasanuddin menyebutkan Asrul sebagai terdakwa dan telah menyatakan Asrul terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 45 ayat 1 junto pasal 27 ayas 3 UU ITE.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga bulan. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari tindak pidana yang dijatuhkan,” kata Hakim itu.
Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Pusat, H Ocktap Riady SH menyesalkan putusan hakim tersebut. Ia menilai PN Kota Palopo tidak mempertimbangan Dewan Pers dan itu mencederai kebebasan pers.
“Artinya kan Dewan Pers dihadapan hukum di Indonesia tidak dihargai, rekomendasi dewan pers dianggap angin lalu. Seharusnya Majelis Hakim mempertimbangkan Dewan Pers. Rekomendasi Dewan Pers menyatakan tulisan Asrul merupakan produk jurnalistik,” ungkap mantan Ketua PWI Sumsel ini sore kemarin.
Yang bisa diadili itu kata Dia, adalah postingan pribadi atau sifatnya bukan berita dan bukan berita dari produk media berbadan hukum, itu baru bisa dikenakan sanksi UU ITE.
Dia menegaskan seharusnya sejak awal polisi bisa menghentikan perkara itu. apalagi sudah ada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 13 tahun 2008 tentang meminta Keterangan Saksi Ahli, imbuhnya.
Dalam SEMA menyatakan bahwa majelis hakim yang mengadili delik pers harus meminta kesaksian dari ahli pers dalam mengambil keputusan.
SEMA menyatakan bahwa hakim bisa minta keterangan saksi ahli di bidang pers. Dalam penanganan atau pemeriksaan perkara yang terkait dengan delik pers, hendaknya majelis mendengar atau meminta keterangan saksi ahli dari Dewan Pers, karena mereka lah yang lebih mengetahui seluk beluk pers secara teori maupun praktek,” tegas bapak yang akraf disapa Oka ini.
Jangan mainkan hukum dengan cara kotor, maka hakim harus mendengarkan keterangan saksi ahli dari Dewan Pers, seharusnya hakim membebaskan Asrul. “Dalam artian, perkara ini tidak bisa diadili di pengadilan. Karya jurnalistik itu tidak bisa dipidanakan. Perkara itu harus selesai di Dewan Pers,” jelas Dia.
Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim PN Kota Palopo merupakan preseden buruk terhadap kebebasan pers. “Ini pukulan berat terhadap kebebasan pers. Kebebasan pers sudah tercoreng,” tutupnya sembari berharap kepada Pemerintah RI supaya menempatkan penegak hukum harus netral dan jurnalis tetap diposisi sebagai kontrol yang dilindungi hukum.(mnn/Biro-SS)