Bandar Lampung, medianusantaranews.com
Guru honorer khususnya di Bandar Lampung memang masih banyak mengalami polemik. Dari permasalahan upah gaji yang jauh di bawah standar, hingga kesejahteraan mereka yang di pandang banyak khalayak masih di bawah taraf hidup normal.
Namun sayangnya, minimnya perhatian dari berbagai pihak untuk mencari solusi yang tepat bagi guru yang masih berstatus honorer membuat permasalahan ini terus menjadi momok mengerikan bagi para guru honorer tersebut.
” Sebuah keputusan yang berani bagi saya, saat seseorang memutuskan menjadi guru dengan status honorer.” Ujar Avi Cenna Isnaini, ketua ikatan keluarga besar alumni MAN 2 Bandar Lampung ( IKA MANDA ).
” Menjadi guru itu sangat beresiko, sebab apa yang mereka ajarkan saat ini nantinya akan diterapkan pada kehidupan murid – muridnya secara terus menerus.” Imbuhnya.
” Maka miris bagi saya, ketika suatu hari saya dengar ada guru – guru honorer di Bandar Lampung harus mengikuti aksi demonstrasi di jalan, demi memperjuangkan haknya.” Tambahnya lagi.
Menurut Avis, sapaan akrab Avi Cenna Isnaini seharusnya pemerintah juga menjadikan permasalahan guru honorer ini prioritas utama, sebab mengingat saat ini bisa dikatakan Indonesia sendiri khususnya Bandar Lampung masih banyak kekurangan guru.
” Yang mereka ( guru honorer ) pikirkan adalah satu, kapan status mereka berubah menjadi status guru tetap, atau guru PNS. Dan itu seharusnya tugas wakil rakyat untuk memperjuangkan hal tersebut.” Pungkas Avis.
” Tidak cukup hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah setempat dalam hal memberikan upah pada guru honorer tersebut, wakil rakyat juga harus menekan pemerintah pusat agar bagaimana caranya kuota moratorium diprioritaskan dahulu untuk mereka.” Jelasnya.
Selain itu, Avis juga berharap agar pemerintah memberi lebih dalam hal kesejahteraan.
” Kita semua berharap perhatian lebih dari pemerintah. Akan sangat baik juga bagi nama baik pemerintah jika kesejahteraan guru diperhatikan, tentunya dengan menjalankan kebijakan – kebijakan yang telah ditetapkan dan ditambahkan tentunya.” Harap Avis.
Avis juga mengingatkan, resiko menjadi guru sendiri makin kedepan makin beresiko. Selain dengan makin kritisnya pandangan anak – anak didik mereka dewasa ini, perubahan sikap dan mental anak murid yang saat ini makin berani juga menambah resiko tersendiri bagi para guru honorer.
” Sekarang ini murid sekolah tidak lagi seperti murid sekolah jaman kita dulu. Saat ini di tengah derasnya laju tekhnologi sedikit banyak memang mempengaruhi mental dan jiwa anak – anak kita.” Tuturnya.
” Akibatnya selain efek positif, anak – anak juga menyerap efek negatif dari tekhnologi tersebut yang akhirnya di praktekkan pada kehidupan sehari – hari. Salah satu bukti nyata adalah kekerasan yang dialami seorang guru honorer hingga menimbulkan kematian yang baru – baru ini marak di beritakan.” Ungkap Avis.