Medianusantaranews.com (Banyuasin) – Sejak Pemerintah RI melalui Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) pada awal Maret 2020 yang lalu, Indonesia dihadapkan pada masa Pandemi. Hampir seluruh sektor kehidupan merasakan dampak virus Corona, tidak terkecuali dunia pendidikan.
Dalam upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19, salah satu langkah yang dilakukan adalah pembatasan fisik maupun sosial.
Langkah ini pun berdampak pada kegiatan proses belajar-mengajar para siswa sekolah di Indonesia di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Pemerintah telah menerapkan kebijakan belajar mengajar dari rumah yakni secara daring (Dalam Jaringan/Online) di masa pandemi Covid-19.
Selama pembelajaran daring, kebutuhan gadget atau smartphone beserta dukungan sinyal dan kuota yang memadai adalah hal yang nyaris tak bisa ditawar lagi. Penggunaan smartphone (Hp) sangatlah penting agar proses pembelajaran tetaplah berlanjut.
Seluruh siswa belajar melalui media E-Learning, Whatshapp, Via Zoom, Telegram dan lain lain pada materi pembelajaran sudah disiapkan oleh guru. Akibatnya durasi pemakaian smartphone selama periode belajar dari rumah pun akan meningkat.
Berbagai aturan yang dulu diterapkan orang tua untuk membatasi anak bermain sekarang ini menjadi sangat longgar. Sebelum pandemi Covid-19, banyak orang tua membebaskan anak ‘memegang’ smartphone hanya di hari libur, namun sekarang dengan ‘terpaksa’ membiarkan anak menggunakan smartphone setiap hari. Pasalnya, selain digunakan sebagai alat untuk belajar, smartphone juga menjadi hiburan karena tidak bisa leluasa meninggalkan rumah.
Pembelajaran daring yang dilakoni para pelajar Indonesia di masa Covid-19 ibarat “permen manis”. Saat makan permen terasa manis dan menyenangkan, namun bersama hilangnya rasa manis timbulnya sakit gigi atau kegemukan. Bisa dikatakan dampak pembelajaran daring ibarat pisau bermata dua bagi anak, di satu sisi membawa dampak positif namun di sisi lain membawa dampak negatif bagi tumbuh kembang anak.
Adapun dampak yng timbul dari penggunaan smartphone selama pembelajaran daring bisa diungkapkan antara lain mencari informasi secara daring dengan mesin pencari atau search engine seperti Google dapat membuat manusia memiliki memori lebih pendek atau mudah lupa Penelitian Daniel Wegner dan Andrian Ward dari Universitas Harvard dalam Jurnal Scientic America tahun 2013 lalu mengungkapkan penggunaan mesin pencari secara terus menerus untuk mendapatkan informasi bisa membuat orang mengabaikan memori otaknya.
Banyak orang lebih memilih Google sebagai perpanjangan kecerdasannya, manusia modern lebih mengabaikan untuk mengingat fakta-fakta dan kurang detail dalam mengungkapkan pikiran mereka. Google sebenarnya meningkatkan pandangan kekuatan otak secara signifikan namun menurunkan fungsi kognitif otak sehingga sulit berkonsentrasi dan memiliki daya ingat yang pendek.
Dampak lain, membaca secara daring menghilangkan kemampuan untuk merefleksi diri. Ketika seseorang membaca cerpen secara fisik (kertas), dirinya berkesempatan melakukan refleksi dan merenung isi bacaan dan terjadi transformasi ilmu pengetahuan sehingga terbentuk keterampilan menganalisis, mengevaluasi dan mendapatkan ide-ide yang bermanfaat.
Budaya membaca buku lebih terarah kepada budaya intelektual daripada budaya hiburan yang dangkal.
Pembelajaran daring menyulitkan siswa untuk menyelesaikan masalah khususnya matematika dan sains. Finlandia pernah mengalami penurunan kualitas pendidikan (tahun 2006 dan tahun 2012) karena peningkatan sistem pembelajaran secara daring. Terjadi pergeseran yang tidak sederhana, tidak dibutuhkan lagi tradisi seperti lazimnya dulu dibebankan pada pelajar untuk tahu Teori Archimides atau Teori Newton harus membaca buku atau menghapal.
Semua informasi berada digenggaman seakan di ujung jari kita. Pemakaian dalam durasi yang lama, melemahkan kemampuan interpersonal. Sekarang ini banyaknya generasi ‘menunduk’ karena memandangi Hp dalam waktu lama. Teknologi melemahkan kemampuan interpersonal namun meningkatkan penyaringan informasi.
Dampak lain yang cukup meresahkan adalah kecanduan game online. Industri game di Indonesia menghasilkan pendapatan US$ 180 miilion atau 2,73 trilyun pada tahun 2018. Hal ini menjadikan lahan bisnis tersendiri buat para developer game lokal dan luar untuk merilis gamenya di tanah air Game online kini telah menjadi ‘mainstream’, mulai dari mengubah gaya hidup dan perilaku penggunanya sampai memberi pengiklan banyak peluang dengan mudah menjangkau pengguna di berbagai segmen.
Para pelajar sangat rentan tergoda dengan game online yang terpasang diaplikasi smartphonenya. Penelitian Prastyo, Eosina & Fatimah tahun 2017 lalu, mengungkapkan kecanduan game online parah memiliki durasi bermain game lebih dari 6 jam per hari ditandai dengan halusinasi, stress, mudah mengamuk dan menunjukkan perilaku-perilaku eksesif hingga menderita gangguan jiwa.
Banyaknya pecandu game online di usia produktif akan melahirkan generasi muda dengan gangguan perilaku, emosi mental, dan kesulitan bersosialisasi terhadap lingkungannya. Mereka tersebar di sekolah-sekolah umum tanpa penanganan pendidikan khusus karena dianggap ‘lazim’ dan tersamarkan. Berada dalam kelompok marjinal dan terabaikan bahkan seringkali cap ‘anak nakal’ menyebabkan mereka terancam kegagalan dalam pendidikan.
Pembelajaran daring menciptakan generasi penggerak literasi baru ‘literasi dunia maya” seperti media sosial dan lainnya. Tidak ada yang salah dengan pergeseran ke arah literasi berbasis digitalisasi dengan menngunakan analisa data meyeluruh. Namun terkadang data dan informasi bersifat terlalu terbuka, mengandung pornografi, arsip rahasia, atau keburukkan data pribadi.
Terkadang jika terjadi kesalahan tafsir pesan dari media sosial, orang akan mudah terprovokasi untuk bertindak kriminal. Perlu kewaspadaan bersama dalam mengawasi kebiasaan bermedsos para pelajar karena literasi menjadi bagian penting dalam menyiapkan generasi unggul di abad 21. Literasi merupakan keterampilan yang sangat dihargai di dunia berbasis teknologi saat ini. Literasi merupakan jalan satu-satunya untuk mendapatkan pemahaman utuh tentang sebuah realitas.
Membudayakan literasi bisa menjadi modal dasar untuk menganalisis dan mengkritik dari berbagai fenomena yang terjadi. Bila budaya atau tradisi literasi di Indonesia tidak dikembangkan maka bangsa ini akan menerima konsukuensinya seperti yang kita rasakan sekarang ini, seperti penipuan dunia maya cybercrime meningkat, akses ke pornografi yang semakin mudah, berita bohong hoax mudah tersebar, caci maki di media social, cyber bullying marak, buta sejarah, politikus berbicara ‘ngawur’ tanpa data, kebingungan dalam menyikapi perbedaan, negara tingkat plagiat paling tinggi dan masih banyak lagi.
Berbagai fakta di atas bukan menghakimi program pembelajaran daring yang diterapkan Kemendikbud, hanya ingin mendepankan kegalauan orang tua yang tidak tahu apa yang anaknya lakukan dengan Hp yang telah mereka belikan, entah apakah mereka sibuk mengerjakan tugas, ataukah bermain game, bermedia sosial, mencari sesuatu di Google, dan menonton YouTube, atau mungkin streaming drakor.
Beberapa orangtua memiliki perasaan campur aduk saat membiarkan anak menghabiskan lebih banyak waktu dengan gadget smartphone selama pandemi ini. Namun, Pada awalnya, orangtua merasa bersalah karena kini gadget mengambil alih perhatian anak. Akhirnya disadari juga bahwa pada masa kini gadget bagian dari teknologi adalah hal yang penting.
Saat ini adalah saat yang tepat bagi orang tua untuk menumbuhkan jiwa pembelajar sejati pada diri anak. Pembelajaran daring dengan smartphone dan internetnya merupakan modal untuk menciptakan rasa ingin tahu, tanggung jawab, berani dan kreatif untuk menciptakan pembelajaran aktif dan menyenangkan serta kemandirian belajar dirangkai dalam kebersamaan keluarga. Pada dasarnya melakukan kegiatan belajar di sekolah maupun di rumah tidak banyak berbeda.
Orang tua juga harus mau melakukan eksplorasi kreatif dan menyenangkan bagi anak Setiap anak mengalami tumbuh kembang yang unik. Cara belajar setiap anak berbeda. Jika orang tua selalu berusaha mendampingi anak belajar akan mengetahui apakah anaknya lebih senang belajar dengan melihat (visual), pendengaran (auditory) atau menggunakan gerakan (kinesthetitic).
Diharapkan dengan menyesuaikan cara belajar anak lebih memudahkan anak mengolah pengetahuannya dan belajar akan berhasil. Perhatian kepada anak juga menjadi kunci keberhasilan kegiatan belajar daring di rumah. Kepada anak supaya merasa senang dan terpandu dalam melakukan kegiatan. Perhatian proporsional akan memunculkan motivasi dan semangat anak guna menggerakan daya cipta yang sudah ada pada diri setiap anak.
Anak-anak dapat belajar dengan baik ketika mereka terlibat dalam interaksi atau percakapan dengan orang tua, saudara kandung atau kakek-nenek mereka. Jadi selama pandemi COVID-19, cobalah untuk mengimbangi penggunaan gadget dengan aktivitas lain yang melibatkan anak. Orangtua bisa mengajak anak untuk melakukan hal-hal menyenangkan seperti berkebun, menyiram tanaman di halaman rumah, bermain permainan sederhana seperti monopoli atau ular tangga, dan sebagainya.
Melibatkan anak dengan kegiatan/tugas di rumah dapat menjadi proses belajar bagi anak sebagai variasi pembelajaran daring misalnya membuka kran air untuk menyirami tanaman pada sore hari. Anak belajar motorik, pola waktu memprediksi dan memperhatikan suatu proses pekerjaan.
Kegalauan orang tua terhadap pemakaian smartphone diiringi ketegasan untuk menerapkan waktu tanpa smartphone. Ingat, orangtua harus membatasi penggunaan gadget karena ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan smartphone berlebih bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Pastikan juga mereka tidak main smartphone sebelum waktu tidur, karena hal ini mempengaruhi kualitas tidur.
Sejujurnya, tidak mungkin menjauhi smartphone secara total. Tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba hadir sepenuhnya, baik secara fisik maupun mental, ketika orang tua bersama anak. Pandemi memberi kesempatan orang tua berperan sebagai guru, teman, atau kakak yang mendampingi siswa secara arif, bijak dan sekaligus kreatif. Pada kondisi ini diharapkan siswa mampu bereksplorasi dengan menemukan, melihat, mencoba, bertanya dan memecahkan masalah sendiri.
Sehingga tercipta pembelajaran berbasis anak dan pembelajaran berbasis kegiatan. Sikap bijak orang tua dalam mengawasi pembelajaran daring anak anaknya di masa pandemi, ibarat permen manis. Saat di makan terasa manis meskipun akan hilang rasa manisnya tetap menyenangkan di hati. (MNN/Bara/Waluyo)