LAMPUNG BARAT – Lampung Analytica (LA) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindak lanjuti indikasi penyimpangan dana desa (DD) senilai Rp. 21 Miliar di Kabupaten Lampung Barat serta mengawasi pengelolaan dan penggunaan dana desa. Hal itu disampaikan Koordinator Lampung Analytica M. Andrean Saefudin, menyusul temuan tentang maraknya kasus korupsi yang dilakukan melibatkan pejabat dari perangkat pekon (desa) di Kabupaten Lampung Barat.
Berdasarkan pengaduan masyarakat dan data yang dirilis Indonesia Corruption Watch (ICW) sejak 2015 hingga 2020, terdapat 676 terdakwa kasus korupsi dari perangkat desa, salahsatunya yang terbaru di Kabupaten Lampung Barat yang dilakukan oleh mantan Peratin Pekon Teba Liok dan dari hasil Monitoring Center for Prevention (MCP) KPK tercatat ada pengunaan dana desa (DD) dari total 131 pekon (desa) di Lampung Barat yang direalisasikan untuk penyertaan modal sebesar Rp. 21 miliar yang membuka potensi terhadap kemungkinan terjadinya penyalahgunaan atau penyimpangan.
“Data tersebut menunjukan bahwa praktik korupsi marak dilakukan oleh perangkat pekon (desa) selain itu kentalnya tradisi pungutan liar (Pungli) pada saat tahapan pencairan dana desa yang dilakukan oleh oknum tertentu di Lampung Barat juga menjadi catatan tersendiri bagi Lampung Analytica, ditambah minimnya keterbukaan terkait transparansi dan integritas sistem yang di lakukan olek Inspektorat di Lampung Barat”, tegas M. Andrean Saefudin (4/7/2021).
Menurut M. Andrean, jika mengacu pada data dan fakta tersebut Pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung RI dan KPK harus melakukan evaluasi kinerja dan pemantauan secara khusus pada penggunaan dana desa di Lampung Barat, belum lagi soal kegiatan Bimtek yang baru-baru ini di lakukan di Hotel Horison Bandar Lampung menghabiskan anggaran dana desa (ADD) kurang lebih Rp. 1,8 Miliar, jika Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Barat tidak maksimal dalam penyelidikannya tidak memanggil kepala dinas yang bersangkutan serta Ketua Apdesi Lampung Barat dia meminta Kejagung dan KPK turun langsung ke Lampung Barat, ini menjadi penting dilakukan sebab data dari ICW menunjukan fakta bahwa kerugian negara akibat korupsi yang dilakukan oleh aparatur desa mencapai total Rp. 111 Miliar, belum lagi isu-isu penyelewangan penggunaan dana desa dan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum terhadap Kepala Desa (Peratin) marak terjadi di Lampung Barat.
“Berarti ada isu pengelolaan dana desa yang luput dari perhatian publik dan Pungli di sana masih banyak terjadi lebih lanjut banyak aparatur pekon (desa) terutama Peratin (kepala desa) yang jadi korban “sapi perah” oknum ,” katanya.
M. Andrean juga mengatakan bahwa, partisipasi masyarakat dalam pengawasan pengunaan dana desa menjadi penting di lakukan selain itu pengawasan dari Lembaga Himpunan Pemekonan (LHP) di 131 Pekon Lampung Barat juga harus di perketat dan diperkuat secara kelembagaan untuk meminimalisir peyalahgunaan dan penyimpangan terhadap dana desa (DD).
“Partisipasi masyarakat dan peran pengawasan dari LHP sangat dibutuhkan dalam pengelolaan dana desa (DD) agar peyalahgunaan dan penyimpangan bisa dinimalisir,” imbuh Andre.
Sebagai informasi berdasarkan Surat Nomor : S-6/MK.7/2021 tanggal 07 Januari 2021 Menteri Keuangan untuk 131 Pekon (desa) di Lampung Barat memberikan dana desa (DD) untuk Alokasi Dasar senilai RP. 82.046.198.000 dan Alokasi Kinerja senilai RP. 3.745.989.000 untuk TA. 2021. (Yd@-Red)